TEORI PEMBELAJARAN
SOSIAL-KOGNOTIF
ALBERT BANDURA
I. BIOGRAFI ALBERT BANDURA
Albert Bandura lahir 4 Desember 1925
di Mundare, kota kecil didataran rendah sebelah utara Alberta, satu-satunya
anak laki-laki sekaligus bungsu diantara 5 kakak perempuannya. Setelah lulus
SMA, Bandura menghabiskan musim panas di Yukon dengan bekerja ditempat
pembuatan jalan raya negara. Pengalaman ini membawanya berkenalan dengan banyak
karakter pekerja kasar. Meskipun rekan-rekan pekerjanya itu menunjukkan
berbagai tingkatan psikopatologi yang mendorong Bandura tertarik untuk belajar
psikologi klinis, saat itu Bandura belum memutuskan untuk menjadi psikolog karena panggilan ini baru
disikapinya setelah ia melangkahkan kakinya
di University of British Columbia, Vancoufer.
Setelah lulus S-1 dari British
Columbia hanya dalam waktu 3 tahun, Bandura mencari program S-2 dibidang
psikologi klinis yang memiliki dasar teori belajar yang kuat. Bandura sanggup
menyeleseikan gelar masternya pada 1951 dan Ph. D dibidang psikologi klinis tahun
berikutnya di usia yang ke-27. Kemudian dia menghabiskan satu tahun berikutnya
di Wichita menyeleseikan tugas pasca-doktoralnya di Wichita Guidance Center.
Pada 1953, dia bergabung dengan fakultas psikologi di Stanford University,
tempatnya berkarya seumur hidup—kecuali 1 tahun dia sempat bekerja sebagai
Rekanan di Center for Advanced Study in the Behavioral Sciences.
Kebanyakan publikasi awal tulisan
Bandura berisi psikologi klinis, utamanya membahas psikoterapi dan Tes
Rorschach. Kemudian Bandura melanjutkan menulis dengan beragam topik, sering
kali kerjasama dengan murid-murid program doktoralnya sendiri. Bandura banyak
dipercaya memegang lusinan jabatan penting dilingkungan masyarakat ilmiah
Kanada yang pretisius. Selain itu, Bandura juga menerima lusinan gelar
kehormatan dari beragam universitas pretisius dari seluruh dunia. Saat ini
Bandura dipercaya mengetuai program David
Starr Jordan Professorship of Social sciences in Psychology di Stanford
University.
II. PEMBELAJARAN
Sebelum
pertama kali anda mengendarai mobil, anda telah mempelajari banyak hal tentang
apa yang seharusnya atau tidak seharusnya anda lakukan saat mengemudi. Banyak
pengetahuan tersebut anda dapatkan saat menjadi penumpang, sebelum anda pernah
mengikuti kursus mengemudi. Pengetahuan tersebut didapat dari proses
pembelajaran observasi-mengamati orang lain melakukan suatu hal. Aspek penting
perilaku manusia inilah yang menjadi fokus utama Albert Bandura, ahli teori
sosial-kognitif yang berfokus pada pembelajaran observasi dan saat dimana
pribadi dalam diri seseorang dan tuntutan situasi saling bekerja sama dalam
menentukan perilaku.
III. STRUKTUR KEPRIBADIAN
- System Self (self system)
Bandura
mengajukan sebuah konsep yang memiliki peran penting dalam kepribadian, yang ia
sebut sebagai selpf-system
satu set proses kognitif yang individu gunakan dalam mempersepsi, mengevaluasi,
dan meregulasi perilakunya sendiri agar sesuai dengan lingkungannya dan efektif
dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai (Bandura, 1978) oleh karena itu, individu
tidak hanya dipengaruhi oleh proses reinforcement eksternal yang disediakan
lingkungan, tetapi juga oleh ekspektasi, reinforcement, pikiran, rencana, dan
tujuan-atau, oleh proses internal dari self. Aspek kognitif yang aktif dari
individu sangat penting selama pembelajaran: selain berespons terhadap
reinforcement langsung dengan mengubah perilaku dimasa depan, orang dapat
berpikir dan mengantisipasi pengaruh dari lingkungan. Individu dapat
mengantisipasi konsekuensi yang mungkin muncul dari perilakunya sehingga mereka
memilih tindakan berdasarkan respons yang diharapkan dari lingkungan dan
masyarakat.
- Pembelajaran
Observasi
Salah satu
kontribusi utama Bandura (1973) adalah penjelasan tentang bagaimana perilaku
baru dapat dikuasai tanpa adanya reinforcement. Bandura menyatakan bahwa orang
mempelajari begitu banyak respons kompleks yang mustahil untuk dipelajari jika
hanya melalui prinsip reinforcement. Jadi, ia mengembangkan jangkauan teori
pembelajaran melebihi apa yang dicakup oleh pendekatan behaviorisme
tradisional. Ia membuat teori tentang mekanisme dimana orang belajar dengan
cara mengamati orang lain melakukan sesuatu tindakan-belajar tanpa melakukan
tindakan tersebut sendiri dan tanpa secara langsung mendapatkan reinforcement
atau hukuman atas perilaku tersebut. Hal ini disebut pembelajaran observasi
(observational learning) atau vicarious learning (disebut vicarious
karena dicapai dengan cara melihat pengalaman orang lain).
Dari sudut
pandang Bandura, orang tidak asal meniru perilaku orang lain, namun mereka
memutuskan dengan sadar untuk melakukan perilaku yang dipelajari melalui
observasi. Jadi, terdapat perbedaan yang jelas antara menguasai perilaku yang
dipajari (menambahkannya pada repertoar perilaku individu) dan melakukan
perilaku yang telah dipelajari tersebut. Individu dapat mempelajari atau
menguasai, sejumlah perilaku melalui pembelajaran observasi, tetapi apakah
individu mempertunjukkan perilaku tersebut, tergantung dari berbagai macam
faktor yang dibahas pada bagian selanjutnya.
Pembelajaran Perilaku Agresif
Bandura dan koleganya melakukan beberapa penelitian, yang
saat ini cukup terkenal, tentang pembelajaran observasi perilaku agresif pada
anak. Dalam penelitian ini, sang anak diminta untuk menonton film yang
memperlihatkan seorang dewasa berprilaku agresif terhadap sebuah boneka
Bobo—memukul, meninju, dan menendang boneka tersebut. Anak yang melihat
perilaku agresif lebih mungkin bertindak agresif saat mereka bermain dengan
boneka tersebut. Saat sang anak melihat orang dewasa mendapatkan imbalan atas
agresi yang ia lakukan, ia akan lebih agresif dibanding anak yang berapa pada
kelompok kontrol, di mana orang dewasa tidak mendapatkan reinforcement maupun
hukuman sama sekali. Sebalinya, anak yang melihat orang dewasa dihukum atas
agresinya cenderung bersikap kurang agresif dibanding pada kelompok kontrol.
Tetapi, melihat perilaku agresif yang mendapatkan reinforcement tidak pasti
akan untuk meningkatkan agresivitas sang anak, anak yang melihat agresi yang
tidak diberikan reinforcement nantinya akan lebih agresif dibandingkan anak
yang melihat orang dewasa yang sama memperlihatkan perilaku netral (juga tidak
mendapatkan reinforcement). Pembelajaran observasi tidak membutuhkan
terlihatnya pemberian reinforcement; hanya dengan melihat perilaku agresif itu
sendiri, sudah cukup untuk ”mengajarkan” sang anak.
- Ekspetasi
Hasil
Menurut
Bandura, pengaruh terpenting dari apakah seseorang pengamat akan mengimitasi
perilaku yang diamati adalah konsekuensi yang diperkirakan dari perilaku—atau
ekspetasi hasil (outcome expectacy). Individu cenderung mengimitasi perilaku
yang mereka percaya menghasilkan hasil akhir yang positif. Ekspetasi hasil
tidak hanya didasarkan pada konsekuensi reinforcement atau hukuman yang
diamati, tetapi juga pada konsekuensi yang diperkirakan sebelumnya (Bandura
& Walters, 1963).
- Regulasi
Diri
Manusia
mempunyai kemampuan berfikir dengan memanipulasi lingkungan sehingga terjadi
perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Kebalikannya, bentuk deteminas
resiprokal berarti orang dapat mengatur sebagian dari tingkahlakunya sendiri.
Akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri.
Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun
ketika tujuan hampir tercapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang
lebih tinggi. Orang yang memotivasi dan membimbing tingkahlakunya sendiri
melalui strategi proaktif.
Faktor
eksternal mempengaruhi regulasi diri ada dua cara, pertama faktor eksternal
memberi standar untuk mengevaluasi tingkahlaku. Kedua , faktor eksternal
mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement).
Faktor
internal dipengaruhi ada tiga, yaitu pertama obeservasi diri dilakukan
berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinalitas
tingkah laku diri. Kedua, proses penilaian atau mengadili tingkah laku yaitu
melihat kesesuain tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah
laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai
berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan member perlengkapan performansi.
Ketiga, reaksi diri afektif yaitu berdasarkan pengamatan dan judgement, orang
mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudian menghadiahi atau
memberi hukuman pada diri sendiri.
- Efikasi
Diri
Efikasi adalah
penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat
atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Efikasi diri atau keyakinan
kebisaan diri dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan melalui
salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu
prestasi, pengalaman vikarius, persuasi sosial, dan pembangkitan emosi.
Strategi Perubahan Sumber Ekspekasi Diri
Sumber
|
Cara induksi
|
Pengalaman performansi
|
Meniru model yang berprestasi
Menghilangakan pengaruh buruk
prestasi masa lalu
Menonjolkan keberhasilan yang
pernah diraih
Melatih diri untuk melakukan
yang terbaik
|
Pengalaman vikarius
|
Mengamati model yang nyata
Mengamati model simbolik,
film, komik, cerita.
|
Persuasi verbal
|
Mempengaruhi dengan kata-kata
berdasarkan kepercayaan
Nasihat, peringatan yang
mendesak/ memaksa
Memerintah diri sendiri
Interpretasi baru memperbaiki
interpreatsi lama yang salah
|
Pembangkitan emosi
|
Mengubah atribusi,
penanggungjawab suatu kejadian emosional
Relaksasi
Menghilangkan sikap emosional
dengan modeling simbolik
Memunculkan emosi secara
simbolik
|
- Efikasi
Kolektif
Keyakinan
individu bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat menghasilkan perubahan
sosial tertentu, disebut efikasi kolektif. Bandura berpendapat, orang berusaha
mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya melalui efikasi diri individual,
tetapi juga melalui efikasi kolektif.
IV.
DINAMIKA KEPRIBADIAN
Menurut Bandura, motivasi adalah konstruk kognitif yang
mempunyai dua sumber, yaitu hasil pada masa yang akan datang (yang dapat
menimbulkan motivasi pada tingkahlaku) dan harapan keberhasilan didasarkan pada
pengalaman menetapkan dan mencapai tujuan-tujuan antara. Dengan kata lain,
harapan mendapat reinforsemen pada masa yang akan datang memotivasi seseorang
untuk bertingkah laku tertentu dan juga menetapkan tujuan atau tingkat
performansi dirinya, orang termotivasi untuk benrtindak pada tingkat tertentu.
Penguatan menjadi penyebab belajar pada diri seseorang. Namun orang dapat
belajar dengan cara;
·
penguat
yang diwakilkan, yaitu mengamati orang lain yang mendapat penguat, membuat
orang ikut puas dan berusaha belajar gigih agar menjadi seperti orang itu.
·
penguat
yang ditunda, yaitu orang trus menerus berbuat tanpa mendapat penguatan, karena
yakin akan mendapat penguatan yang sangat memuaskan pada masa yang akan datang.
·
tanpa penguatan, yaitu belajar tanpa
reinforsemen sama sekali, mirip dengan konsep otonomi fungsional dari Allport.
Perkembangan
Kepribadian
Belajar melalui observasi
Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding
belajar melalui pengalaman langsung. Melalui observasi orang dapat memperoleh
respon yang tidak terhingga banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan
atau penguatan.
Peniruan (modelling)
Peniruan atau meniru tidak tepat untuk mengganti kata
modeling karena modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkahlaku
yang teramati, menggenalisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses
kognitif.
Modeling tingkahlaku baru
Orang dapat memperoleh tingkahlaku baru karena adanya
kemampuan kognitif. Ketrmapilan kognitif yang bersifat simbolik membuat orang
dapat mentransform apa yang dipelajarinya atau mengabung-gabung apa yang
diamatinya dalam berbagai situasi menjadi pola tingkahlaku baru.
Modeling mengubah tingkahlaku lama
Modeling mempunyai dua macam dampak terhadap tingkah laku
lama, yaitu yang pertama tingkahlaku model yang diterima secara sosial dapat
memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkahlaku model yang
tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk
melakukan tingkahlaku yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah
tingkahlaku model itu diganjar atau dihukum.
Modeling simbolik
Sebagian odeling tingkahlaku berbentuk simbolik, seperti
film dan televise menyajikan contoh tingkahlaku yang tak terhitung yang mungkin
mempengaruhi pengamatnya. Berpotensi sebagai sumbert model tingkah laku.
Modeling kondisioning
Modeling banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional.
Muncul respon emosional yang sama didalam diri pengamat, dan respon ditujukan
ke objek yang ada didekatnya saat dia mengamati model itu, atau yang dianggap
mempunyai hubungan dengan objek yang menjadi sasaran emosional model yang
diamati.
V. PROSES-PROSES YANG MENDASARI PEMBELAJARAN
OBSERVASI BANDURA
Bandura (1986) menemukan 4 proses
yang mengatur pembelajaran dengan mengamati: perhatian, representasi, produksi
perilaku, dan motivasi.
- Perhatian.
Sebelum mampu menjadikan orang lain model, kita harus memerhatikan orang
tersebut. Apakah faktor-faktor yang mengatur perhatian ini? Pertama,
memiliki kesempatan untuk mengamati individu yang padanya kita sering
mengasosiasikan diri. Kedua, model-model yang atraktif lebih banyak
diamati daripada yang tidak—figur-figur populer ditelevisi, olah raga atau
film sering kali diburu-buru beritanya. Ketiga, hakikat perilaku yang
memengaruhi diri kita—artinya, kita sering mengamati perilaku yang
dianggap penting atau yang bernilai bagi diri kita.
- Representasi.
Agar pengamatan dapat membawa kita kepada pola-pola respons yang baru,
pola-pola tersebut harus direpresebtasikan secara simbolis didalam memori.
Representasi simbolik tidak mesti verbal karena ada pengamatan yang bisa
dilakukan didalam khayalan bahkan bisa dihadirkan kendati tanpa kehadiran
fisik modelnya. Proses ini sangat penting pada bayi sewaktu kemampuan
verbal mereka masih belum berkembang.
- Produksi
Perilaku. Setelah memberi perhatian kepada
sebuah model dan mempertahankan apa yang sudah diamati, kita akan
menghasilkan perilaku. Untuk mengubah representasi kognitif menjadi
tindakan yang tepat, kita harus menanyakan pada diri sendiri beberapa
pertanyaan tentang perilaku yang dijadikan model. Pertama-tama kita akan
bertanya,”Bagaimana cara saya melakukan hal tersebut?” Setelah
mempersiapkan secara simbolis respons-respons yang relevan, kita baru
mencoba perilaku baru itu. Ketika melakukannya, kita mencermati
diri-sendiri sambil bertanya, “Sudah benarkah tindakan saya ini?”
pertanyaan terakhir ini tidak selalu mudah untuk dijawab, khususnya jika
berkaitan dengan kemampuan motorik, seperti menari balet atau belajar
mengemudi, karena kita tidak bisa sungguh-sungguh mengamati diri sendiri.
Karena alasan ini, beberapa atlit menggunakan kamera video untuk membantu mereka
meraih atau memperbaiki kemampuan motorik tersebut.
- Motivasi. Pembelajaran dengan mengamati paling efektif ketika subyek yang belajar termotivasikan untuk melakukan perilaku yang dimodelkan. Perhatian dan perepresentasian memang dapat memimpin kita pada ketepatan pembelajaran namun, performa harus difasilitasi oleh motivasi agar mampu mewujudkan perilaku yang diinginkan. Meskipun pengamatan terhadap orang lain dapat mengajarkan kia bagaimana melakukan sesuatu, tapi mungkin kita memiliki keinginan untuk melakukan tindakan yang dibutuhkan. Seseorang dapat mengamati orang lain menggunakan gergaji listrik atau penyedot debu namun tidak termotivasikan untuk mengupayakan aktivitas tersebut. Kebanyakan mandor tidak pernah ingin meniru semua perilaku pekerja bangunannya.
VI. Pembelajaran dengan Bertindak (Enactive
Learning)
Setiap respon yang dibuat seseorang
selalu diikuti oleh sejumlah konsekuensi. Beberapa dari konsekuensi ini
memuaskan, beberapa tidak, dan yang lain tidak begitu diperhatikan secara
kognitif sehingga memberikan efek yang kecil saja. Bandura yakin bahwa perilaku
yang kompleks dapat dipelajari ketika manusia memikirkan dan mengevaluasi
konsekuensi-konsekuensi dari perilaku tersebut.
Konsekuensi-konsekuensi sebuah
respon sekurang-kurangnya memiliki tiga fungsi. Pertama,
konsekuensi-konsekuensi respons menginformasikan efek-efek tindakan. Kita dapat
mempertahankan informasi ini dan menggunakannya sebagai penuntun sebagai
tindakan dimasa depan. Kedua, konsekuensi-konsekuensi respon memotivasi perilaku
antisipatif; artinya, kita sanggup mempresentasikan secara simbolis
keluaran-keluaran perilaku dimasa depan dan bertindak berdasarkan hal itu.
Ketiga, konsekuensi respon-respon memperkuat perilaku. Bandura (1986) yakin
bahwa meskipun penguatan seringkali tidak disadari dan bekerja otomatis namun,
campur tangan kognitif juga dapat memengaruhi pola-pola perilaku yang kompleks.
Ringkasnya, Bandura percaya bahwa
perilaku baru dapat dicapai lewat dua jenis pembelajaran utama: pembelajaran
dengan mengamati dan pembelajaran dengan bertindak. Elemen inti pembelajaran
dengan mengamati adalah pemodelan, pembelajaran dengan bertindak mengizinkan
seseorang untuk mencapai pola-pola baru perilaku kompleks lewat pengalaman
langsung dengan memikirkan dan mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi perilaku
tersebut.
VII. PENYEBAB RESIPROK TRIADIK
Albert
Bandura (1986, 1999b, 2001, 2002b) dalam teori kognitif sosialnya meyakini
fungsi psikologis bekerja dalam bentuk penyebab resiprok triadik. Sistem ini
menyatakan bahwa tindakan manusia adalah hasil dri interaksi tiga
variabel—lingkungan, perilaku, dan pribadi. Terminologi “pribadi” digunakan
Bandura untuk mengacu kepada—meski tidak melulu—faktor-faktor kognitif seperti
memori, antisipasi, perencanaan, dan penilaian. Karena memiliki dan menggunakan
kapasitas-kapasitas kognitif ini manusia memiliki kapasitas tertentu untuk
memilih atau menstruktur ulang lingkungannya: kognisi, sebagian, menentukan
kejadian (lingkungan) mana yang lebih ditentukan, dan bagaimana cara mengorganisasikannya
agar bermanfaat dimasa depan.
P->K->L->P->K
Konsep
Bandura tentang determinisme resiprok. Fungsi psikologis manusia adalah produk
dari interaksi P (perilaku), K (kepribadian), dan L (lingkungan).
A. Contoh Penyebab
Resiprok Triadik
Permintaan
irisan Brownies kedua dari seorang anak kepada ayahnya, dimata sang ayah,
hanyalah sebuah peristiwa lingkungan disekitarnya. Namun dalam teori Bandura,
sang ayah sanggup memikirkankonsekuensi dari memberikan atau mengabaikan
perilaku meminta si anak. Dia mungkin berpikir,” kalau aku memberikan irisan
kedua, dia mungkin akan berhenti menangis untuk saat ini namun, dimasa depan,
dia akan terus bersikukuh sampai saya menuruti permintaannya seperti ini.
Karena itu, saya tidak akan memberikannya irisan brownies kedua. “Jadi, sang
ayah dapat memberikan efek baik kepada lingkungan dirinya ( si anak) dan
perilakunya sendiri (menolak permintaan anaknya). Perilaku si anak berikutnya
(lingkungan sang ayah) membentuk pembentukan kognisi dan perilaku ayah saat
ini. Seandainya si anak belum pernah meminta sebelumnya, sang ayah mungkin akan
berbeda cara berpikirnya. Contohnya, dia akan mengevaluasi sikapnya dengan
berpikir, “saya adalah ayah yang baik karena sudah melakukan hal yang benar.
“Perubahan dalam lingkungan juga mengizinkan ayah memunculkan perilaku berbeda.
Karena itu, perilaku ayah yang berikutnya sebagian ditentukan oleh interaksi
resiprok lingkungan (anak), kognisi (cara ayah berpikir), dan perilaku (sikap
anak dan ayah sebelumnya).
B. Pertemuan secara Kebetulan dan Kejadian yang
Tidak Terduga
Bandura (1998a, hal 95)
mendefinisikan pertemuan kebetulan sebagai “pertemuan yang tidak diniatkan
diantara pribadi-pribadi yang tidak saling kenal”. Sama seperti ketakderdugaan
sudah memengaruhi hidup semua orang, dia pun sudah membentuk hidup dan karir
para teoritisi kepribadian kenamaan. Salah satunya, Hans Eysenck, psikolog
Inggris terkemuka, juga mengalami hal yang sama, mengambil mata kuliah
psikologi karena kebetulan. Awalnya dia sudah mendaftar ke jurusan fisika di
University of London namun, pertama-tama dia harus lulus ujian masuk lebih
dulu. Setelah menunggu ujian ini selama setahun, dia diberitahu kalau sudah
menjalani tes yang keliru sehingga harus menunggu setahun lagi untuk mengambil
tes yang benar. Daripada menunda lagi pendidikannya lebih jauh, Eysenck
bertanya adakah mata kuliah ilmiah lain yang bisa diikutinya. Saat diberitahu
bahwa dia bisa masuk kejurusan psikologi, Eysenck bertanya,”Demi Tuhan, apakah
psikologi itu?” (Eysenck, 1982, hal 290). Eysenck akhirnya memang masuk
psikologi dan menjadi salah satu psikolog dunia yang terkenal.
Meskipun pertemuan kebetulan dan kejadian tak terduga kurang berpengaruh,
atau mungkin sama sekali tidak berpengaruh , bagi perilaku manusia namun “orang
lain memiliki efek-efek yang abadi sehingga dapat memengaruhi kita untuk
menempuh jalur hidup yang baru” (Bandura, 2001, hlm. 12). Bandura (2001, hlm.
12) mengutip pernyataan Louis Pasteur beberapa dekade yang lalu: “Kesempatan
hanya mendukung jiwa yang siap”. Di sisi lain, pribadi yang sudah siap juga
sanggup melepaskan diri dari pertemuan kebetulan dan kejadian tak terduga yang
tidak menyenangkan dengan mengantisipasi kemungkinannya dan melangkah lebih
jauh untuk meminimalkan apapun pengaruh negatif yang mungkin ditemuinya di depan.
IX.
APLIKASI
- Psikopatologi
Bandura sependapat dengan Eysenck
dan Wolpe bahwa terapi tingkah laku dapat efektif mengurangi reaksi kecemasan.
Dia tidak percaya bahwa tekanan emosional menjadi elemen kunci penyebab reaksi
takut yang berlebihan, sehingga harus dihilangkan agar tingkahlaku dapat
berubah. Menurutnya, masalah pokoknya adalah orang percaya bahwa dirinya tidak
dapat menangani sitiasi tertentu secara efektif. Karena itu perlu dikembangkan
self-efficacy, agar terjadi perubahan tingkah laku. Konsep determinis
resiprokal menganggap tingkah laku dipelajari sebagai akibat dari interaksi
antara pribadi-tingkahlaku-lingkungan, termasuk tingkahlaku yang menyimpang.
Tingkahlaku patologis itu dipengaruhi oleh faktor kognitif, proses
neurofisiologis, pengalaman masa lalu yang mendapat penguatan, dan nilai
fasilitatif dari lingkungan.
1. Reaksi Depresi: standar pribadi dan penetapan tujuan yang
terlalu tinggi, membuat orang rentan mengalami kegagalan, dan akan berakibat
orang mengalami depresi. Sesudah dalam keadaan depresi, orang cenderung menilai
rendah prestasi dirinya, sehingga “keberhasilan” tetap dipandang sebagai
kegagalan. Akibatnya, terjadi kesengsaraan kronis, merasa tidak berharga, tidak
mempunyai tujuan, dan depresi yang mendalam. Penderita depresi melakukan
regulasi diri – pengamatan diri, proses penilaian, reaksi diri – dengan cara
yang salah. Ketika mengamati diri sendiri, penderita depresi menilai salah
performansinya, atau mengaburkan ingatan prestasinya yang telah lalu. Mereka
meremehkan (underestimate) keberhasilannya sendiri, sebaliknya melebih-lebihkan
(overestimate) kegagalan yang dilakukannya. Dalam proses penilaian, penderita
depresi memasang standar yang sangat tinggi sehingga apapun pencapaian yang
diperoleh dinilai sebagai kegagalan, bahkan ketika orang lain memandang dia
sangat berhasil, dia tetap menghina prestasinya sendiri. Penderitamenempatkan standard an tujuan terlalu tinggi
diatas kesadaran efikasi dirinya. Ketika melakukan reaksi-diri, penderita
depresi mengadili dirinya secara kasar, buruk, lebih-lebih terhadap kekurangan
dirinya. Mereka menghukum diri sendiri secara berlebihan
terhadap performansi diri yang kuang baik.
2.
Fobia:
Perasaan takut yang sangat kuat dan mendalam, sehingga berdampak buruk terhadap
kehidupan sehari-hari seseorang. Begitu mendalamnya perasaan takut itu,
sehingga obyek penyebabnya menjadi kabur, obyek itu digeneralisasikan secara
salah. Bandura mengemukakan bahwa media, seperti televise dan surat kabar tanpa
sengaja menciptakan fobia. Cerita seram perkosaan, kekejaman perampok,
pembunuhan berantai, meneror masyarakat sehingga mereka (yang sebagian besar
tidak pernah mengalamihal itu) tetap merasa tidak aman walaupun pintu-pintu
rumah telah terkunci rapat-rapat. Fobia yang dipelajari dari pengamatan
lingkungan, menjadi eksis akibat efikasi diri yang rendah, orang merasa tidak
mampu menangani suatu masalah yang mengancam sehingga muncul perasaan takutyang
kronis.
3. Agresi:
Menurut Bandura, agresi diperoleh melalui pengamatan, pengalaman langsung
dengan renforsemen positif dan negative, latihan atau perintah, dan keyakinan
yang ganjil (bandingkan dengan Freud dan kawan-kawannya yang menganggap agresi
adalah dorongan bawaan). Agresi yang ekstrim menjadi disfungsi atau salahsuai
psikologis. Dari penelitian yang dilakukan Bandura, observasi terhadap perilaku
agresi akan menghasilkan respon peniruan yang berlebih. Pengamat akan
bertingkahlaku lebih agresif disbanding modelnya.
·
Psikoterapi
Sama halnya dengan respon emosi yang
dapat diperoleh secara langsung atau secara vicarious, menghilangkan
tingkahlaku (yang tidak dikehendaki) dapat dilakukan secara langsung atau
secara vicarious pula. Penakut dapat mengubah rasa takutnya dengan melihat
model yang tanpa rasa takut berinteraksi dengan hal yang ditakutkan itu.
Secara umum, terapi yang dilakukan
Bandura adalah terapi kognitif-sosial. Tujuannya untuk memperbaiki regulasi
self, melalui pengubahan tingkahlaku dan memperthankan perubahan tingkah laku
yang terjadi. Ada tiga tingkatan
keefektifan suatu tritmen yakni; tingkat induksi perubahan, generalisasi, dan
pemeliharaan.
1.
Tingkat
Induksi perubahan: tritmen dikatakan efektif kalau dapat mengubah tingkahlaku.
Misalnya terapi menghilangkan takut ketinggian penderita akrofobia, sehingga
dia berani naik tangga yang tinggi.
2.
Tingkat
Generalisasi: tritmen yang lebih tinggi, memungkinkan terjadinya generalisasi.
Penderita akrofobia itu bukan hanya berani naik tangga, dia juga berani naik
lift, naik kapal terbang, dan membersihkan kaca gedung bertingkat.
3. Tingkat Pemeliharaan: sering terjadi tingkahlaku positif
hasil terapi berubah kembali menjadi tingkahlaku negative (khususnya pada
tingkahlaku habit negative, merokok, alkoholik, narkotik). Terapi
mencapai tingkat efektif yang tertinggi kalau hasil induksi dan generalisasi
dapat terpelihara, tidak berubah menjadi negative.
Bandura
mengusulkan tiga macam pendekatan tritmen, yakni; latihan penguasaan
(desensitisasi modeling), modeling terbuka, dan modeling simbolik.
1.
Latihan
penguasaan (desensitisasi modeling): mengajari klien untuk menguasai tingkah
laku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya karena takut). Tritmen
konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang mendalam.
Kemudian konselor meminta klien membayangkan hal yang menakutkannya secara
bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan dietalase toko. Kalau
klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka diminta
membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat ular dikandang
kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya menggendong ular. Ini
adalah model desensitisasi sistematik yang pada paradigm behaviourisme
dilakukan dengan memanfaatkan variasi penguatan. Bandura memakai desensitisasi
sistematik itu dalam fikiran (karena itu teknik ini terkadang disebut: modeling
kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.
2.
Modeling
terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata, biasanya diikuti
dengan kklien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru
tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa
bantuan.
3.
Modeling
simbolik: klien melihat model dalam film, atau gambar/ cerita. Kepuasan
vicarious (melihat model mendapat penguatan) mendorong klien untuk mencoba/
meniru tingkahlaku modelnya.
Ketika hasilnya dibandingkan, desensitisasi modeling dan
modeling simbolik relatif sama kekuatannya untuk menghilangkan rasa takut.
Namun yang paling berhasil menghilangkan rasa takut adalah modeling partisipan.
- Metodologi
Bandura
banyak meneliti masalah dunia nyata dalam laboratorium, seperti masalah agresi,
fobia, penyembuhan dari serangan jantung, perolehan kemampuan matematik pada
anak. Tujuan pokoknya adalah untuk menyatukan kerangka konseptual yang dapat
mencakup berbagai hal yang mempengaruhi perubahan tingkahlaku. Dalam setiap
kegiatan, keterampilan dan keyakinan diri yang menjamin pemakaian kemampuan
secara optimal dibutuhkan agar diri dapat berfungsi sukses.
Bandura
mengembangkan microanalytic approach: riset yang mementingakan asesmen yang detail
sepanjang waktu untuk mencapai keselarasan antara persepsi diri dengan
tingkahlaku pada setiap tahap performansi tugas. Teknik ini cocok untuk
strategi penelitian yang melacak perubahan setiap saat, penelitian yang
menganalisis proses, bukan hasil.
DAFTAR PUSTAKA
·
Alwisaol.
2009. Psikologi Kepribadian (Edisi Revisi). Malang: UMM Press
·
Feist J; Feist, GJ. 2008. Theories of
Personality. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
· Schustack,
MW; Friedman, HS. 2006. Kepribadian (Teori Klasik dan Riset Modern). Jilid
1. Jakarta :
Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar