Halaman

Senin, 09 April 2012

Sosial Learning Bandura


TEORI PEMBELAJARAN SOSIAL-KOGNOTIF
ALBERT BANDURA

I.          BIOGRAFI ALBERT BANDURA
            Albert Bandura lahir 4 Desember 1925 di Mundare, kota kecil didataran rendah sebelah utara Alberta, satu-satunya anak laki-laki sekaligus bungsu diantara 5 kakak perempuannya. Setelah lulus SMA, Bandura menghabiskan musim panas di Yukon dengan bekerja ditempat pembuatan jalan raya negara. Pengalaman ini membawanya berkenalan dengan banyak karakter pekerja kasar. Meskipun rekan-rekan pekerjanya itu menunjukkan berbagai tingkatan psikopatologi yang mendorong Bandura tertarik untuk belajar psikologi klinis, saat itu Bandura belum memutuskan untuk menjadi  psikolog karena panggilan ini baru disikapinya setelah ia melangkahkan kakinya  di University of British Columbia, Vancoufer.
            Setelah lulus S-1 dari British Columbia hanya dalam waktu 3 tahun, Bandura mencari program S-2 dibidang psikologi klinis yang memiliki dasar teori belajar yang kuat. Bandura sanggup menyeleseikan gelar masternya pada 1951 dan Ph. D dibidang psikologi klinis tahun berikutnya di usia yang ke-27. Kemudian dia menghabiskan satu tahun berikutnya di Wichita menyeleseikan tugas pasca-doktoralnya di Wichita Guidance Center. Pada 1953, dia bergabung dengan fakultas psikologi di Stanford University, tempatnya berkarya seumur hidup—kecuali 1 tahun dia sempat bekerja sebagai Rekanan di Center for Advanced Study in the Behavioral Sciences.
            Kebanyakan publikasi awal tulisan Bandura berisi psikologi klinis, utamanya membahas psikoterapi dan Tes Rorschach. Kemudian Bandura melanjutkan menulis dengan beragam topik, sering kali kerjasama dengan murid-murid program doktoralnya sendiri. Bandura banyak dipercaya memegang lusinan jabatan penting dilingkungan masyarakat ilmiah Kanada yang pretisius. Selain itu, Bandura juga menerima lusinan gelar kehormatan dari beragam universitas pretisius dari seluruh dunia. Saat ini Bandura dipercaya mengetuai program David Starr Jordan Professorship of Social sciences in Psychology di Stanford University.

II.        PEMBELAJARAN
            Sebelum pertama kali anda mengendarai mobil, anda telah mempelajari banyak hal tentang apa yang seharusnya atau tidak seharusnya anda lakukan saat mengemudi. Banyak pengetahuan tersebut anda dapatkan saat menjadi penumpang, sebelum anda pernah mengikuti kursus mengemudi. Pengetahuan tersebut didapat dari proses pembelajaran observasi-mengamati orang lain melakukan suatu hal. Aspek penting perilaku manusia inilah yang menjadi fokus utama Albert Bandura, ahli teori sosial-kognitif yang berfokus pada pembelajaran observasi dan saat dimana pribadi dalam diri seseorang dan tuntutan situasi saling bekerja sama dalam menentukan perilaku.

III.       STRUKTUR KEPRIBADIAN
  • System Self (self system)
      Bandura mengajukan sebuah konsep yang memiliki peran penting dalam kepribadian, yang ia sebut sebagai selpf-system satu set proses kognitif yang individu gunakan dalam mempersepsi, mengevaluasi, dan meregulasi perilakunya sendiri agar sesuai dengan lingkungannya dan efektif dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai (Bandura, 1978) oleh karena itu, individu tidak hanya dipengaruhi oleh proses reinforcement eksternal yang disediakan lingkungan, tetapi juga oleh ekspektasi, reinforcement, pikiran, rencana, dan tujuan-atau, oleh proses internal dari self. Aspek kognitif yang aktif dari individu sangat penting selama pembelajaran: selain berespons terhadap reinforcement langsung dengan mengubah perilaku dimasa depan, orang dapat berpikir dan mengantisipasi pengaruh dari lingkungan. Individu dapat mengantisipasi konsekuensi yang mungkin muncul dari perilakunya sehingga mereka memilih tindakan berdasarkan respons yang diharapkan dari lingkungan dan masyarakat.

  • Pembelajaran Observasi
      Salah satu kontribusi utama Bandura (1973) adalah penjelasan tentang bagaimana perilaku baru dapat dikuasai tanpa adanya reinforcement. Bandura menyatakan bahwa orang mempelajari begitu banyak respons kompleks yang mustahil untuk dipelajari jika hanya melalui prinsip reinforcement. Jadi, ia mengembangkan jangkauan teori pembelajaran melebihi apa yang dicakup oleh pendekatan behaviorisme tradisional. Ia membuat teori tentang mekanisme dimana orang belajar dengan cara mengamati orang lain melakukan sesuatu tindakan-belajar tanpa melakukan tindakan tersebut sendiri dan tanpa secara langsung mendapatkan reinforcement atau hukuman atas perilaku tersebut. Hal ini disebut pembelajaran observasi (observational learning) atau vicarious learning (disebut vicarious karena dicapai dengan cara melihat pengalaman orang lain).
      Dari sudut pandang Bandura, orang tidak asal meniru perilaku orang lain, namun mereka memutuskan dengan sadar untuk melakukan perilaku yang dipelajari melalui observasi. Jadi, terdapat perbedaan yang jelas antara menguasai perilaku yang dipajari (menambahkannya pada repertoar perilaku individu) dan melakukan perilaku yang telah dipelajari tersebut. Individu dapat mempelajari atau menguasai, sejumlah perilaku melalui pembelajaran observasi, tetapi apakah individu mempertunjukkan perilaku tersebut, tergantung dari berbagai macam faktor yang dibahas pada bagian selanjutnya.
Pembelajaran Perilaku Agresif
Bandura dan koleganya melakukan beberapa penelitian, yang saat ini cukup terkenal, tentang pembelajaran observasi perilaku agresif pada anak. Dalam penelitian ini, sang anak diminta untuk menonton film yang memperlihatkan seorang dewasa berprilaku agresif terhadap sebuah boneka Bobo—memukul, meninju, dan menendang boneka tersebut. Anak yang melihat perilaku agresif lebih mungkin bertindak agresif saat mereka bermain dengan boneka tersebut. Saat sang anak melihat orang dewasa mendapatkan imbalan atas agresi yang ia lakukan, ia akan lebih agresif dibanding anak yang berapa pada kelompok kontrol, di mana orang dewasa tidak mendapatkan reinforcement maupun hukuman sama sekali. Sebalinya, anak yang melihat orang dewasa dihukum atas agresinya cenderung bersikap kurang agresif dibanding pada kelompok kontrol. Tetapi, melihat perilaku agresif yang mendapatkan reinforcement tidak pasti akan untuk meningkatkan agresivitas sang anak, anak yang melihat agresi yang tidak diberikan reinforcement nantinya akan lebih agresif dibandingkan anak yang melihat orang dewasa yang sama memperlihatkan perilaku netral (juga tidak mendapatkan reinforcement). Pembelajaran observasi tidak membutuhkan terlihatnya pemberian reinforcement; hanya dengan melihat perilaku agresif itu sendiri, sudah cukup untuk ”mengajarkan” sang anak.

  • Ekspetasi Hasil
      Menurut Bandura, pengaruh terpenting dari apakah seseorang pengamat akan mengimitasi perilaku yang diamati adalah konsekuensi yang diperkirakan dari perilaku—atau ekspetasi hasil (outcome expectacy). Individu cenderung mengimitasi perilaku yang mereka percaya menghasilkan hasil akhir yang positif. Ekspetasi hasil tidak hanya didasarkan pada konsekuensi reinforcement atau hukuman yang diamati, tetapi juga pada konsekuensi yang diperkirakan sebelumnya (Bandura & Walters, 1963).

  • Regulasi Diri
      Manusia mempunyai kemampuan berfikir dengan memanipulasi lingkungan sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Kebalikannya, bentuk deteminas resiprokal berarti orang dapat mengatur sebagian dari tingkahlakunya sendiri. Akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri.
Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang yang memotivasi dan membimbing tingkahlakunya sendiri melalui strategi proaktif.
      Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri ada dua cara, pertama faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkahlaku. Kedua , faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement).
      Faktor internal dipengaruhi ada tiga, yaitu pertama obeservasi diri dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinalitas tingkah laku diri. Kedua, proses penilaian atau mengadili tingkah laku yaitu melihat kesesuain tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan member perlengkapan performansi. Ketiga, reaksi diri afektif yaitu berdasarkan pengamatan dan judgement, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudian menghadiahi atau memberi hukuman pada diri sendiri.

  • Efikasi Diri
      Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Efikasi diri atau keyakinan kebisaan diri dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi, pengalaman vikarius, persuasi sosial, dan pembangkitan emosi.

Strategi Perubahan Sumber Ekspekasi Diri
Sumber
Cara induksi
Pengalaman performansi
Meniru model yang berprestasi
Menghilangakan pengaruh buruk prestasi masa lalu
Menonjolkan keberhasilan yang pernah diraih
Melatih diri untuk melakukan yang terbaik
Pengalaman vikarius
Mengamati model yang nyata
Mengamati model simbolik, film, komik, cerita.
Persuasi verbal
Mempengaruhi dengan kata-kata berdasarkan kepercayaan
Nasihat, peringatan yang mendesak/ memaksa
Memerintah diri sendiri
Interpretasi baru memperbaiki interpreatsi lama yang salah
Pembangkitan emosi
Mengubah atribusi, penanggungjawab suatu kejadian emosional
Relaksasi
Menghilangkan sikap emosional dengan modeling simbolik
Memunculkan emosi secara simbolik

  • Efikasi Kolektif
      Keyakinan individu bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat menghasilkan perubahan sosial tertentu, disebut efikasi kolektif. Bandura berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya melalui efikasi diri individual, tetapi juga melalui efikasi kolektif.

IV.       DINAMIKA KEPRIBADIAN
Menurut Bandura, motivasi adalah konstruk kognitif yang mempunyai dua sumber, yaitu hasil pada masa yang akan datang (yang dapat menimbulkan motivasi pada tingkahlaku) dan harapan keberhasilan didasarkan pada pengalaman menetapkan dan mencapai tujuan-tujuan antara. Dengan kata lain, harapan mendapat reinforsemen pada masa yang akan datang memotivasi seseorang untuk bertingkah laku tertentu dan juga menetapkan tujuan atau tingkat performansi dirinya, orang termotivasi untuk benrtindak pada tingkat tertentu. Penguatan menjadi penyebab belajar pada diri seseorang. Namun orang dapat belajar dengan cara;
·         penguat yang diwakilkan, yaitu mengamati orang lain yang mendapat penguat, membuat orang ikut puas dan berusaha belajar gigih agar menjadi seperti orang itu.
·         penguat yang ditunda, yaitu orang trus menerus berbuat tanpa mendapat penguatan, karena yakin akan mendapat penguatan yang sangat memuaskan pada masa yang akan datang.
·          tanpa penguatan, yaitu belajar tanpa reinforsemen sama sekali, mirip dengan konsep otonomi fungsional dari Allport.

Perkembangan Kepribadian
Belajar melalui observasi
Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung. Melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang tidak terhingga banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan atau penguatan.
Peniruan (modelling)
Peniruan atau meniru tidak tepat untuk mengganti kata modeling karena modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkahlaku yang teramati, menggenalisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif.
Modeling tingkahlaku baru
Orang dapat memperoleh tingkahlaku baru karena adanya kemampuan kognitif. Ketrmapilan kognitif yang bersifat simbolik membuat orang dapat mentransform apa yang dipelajarinya atau mengabung-gabung apa yang diamatinya dalam berbagai situasi menjadi pola tingkahlaku baru.
Modeling mengubah tingkahlaku lama
Modeling mempunyai dua macam dampak terhadap tingkah laku lama, yaitu yang pertama tingkahlaku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkahlaku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkahlaku yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah tingkahlaku model itu diganjar atau dihukum.
Modeling simbolik
Sebagian odeling tingkahlaku berbentuk simbolik, seperti film dan televise menyajikan contoh tingkahlaku yang tak terhitung yang mungkin mempengaruhi pengamatnya. Berpotensi sebagai sumbert model tingkah laku.

Modeling kondisioning
Modeling banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional. Muncul respon emosional yang sama didalam diri pengamat, dan respon ditujukan ke objek yang ada didekatnya saat dia mengamati model itu, atau yang dianggap mempunyai hubungan dengan objek yang menjadi sasaran emosional model yang diamati.

V.        PROSES-PROSES YANG MENDASARI PEMBELAJARAN OBSERVASI BANDURA
            Bandura (1986) menemukan 4 proses yang mengatur pembelajaran dengan mengamati: perhatian, representasi, produksi perilaku, dan motivasi.
  • Perhatian. Sebelum mampu menjadikan orang lain model, kita harus memerhatikan orang tersebut. Apakah faktor-faktor yang mengatur perhatian ini? Pertama, memiliki kesempatan untuk mengamati individu yang padanya kita sering mengasosiasikan diri. Kedua, model-model yang atraktif lebih banyak diamati daripada yang tidak—figur-figur populer ditelevisi, olah raga atau film sering kali diburu-buru beritanya. Ketiga, hakikat perilaku yang memengaruhi diri kita—artinya, kita sering mengamati perilaku yang dianggap penting atau yang bernilai bagi diri kita.
  • Representasi. Agar pengamatan dapat membawa kita kepada pola-pola respons yang baru, pola-pola tersebut harus direpresebtasikan secara simbolis didalam memori. Representasi simbolik tidak mesti verbal karena ada pengamatan yang bisa dilakukan didalam khayalan bahkan bisa dihadirkan kendati tanpa kehadiran fisik modelnya. Proses ini sangat penting pada bayi sewaktu kemampuan verbal mereka masih belum berkembang.
  • Produksi Perilaku. Setelah memberi perhatian kepada sebuah model dan mempertahankan apa yang sudah diamati, kita akan menghasilkan perilaku. Untuk mengubah representasi kognitif menjadi tindakan yang tepat, kita harus menanyakan pada diri sendiri beberapa pertanyaan tentang perilaku yang dijadikan model. Pertama-tama kita akan bertanya,”Bagaimana cara saya melakukan hal tersebut?” Setelah mempersiapkan secara simbolis respons-respons yang relevan, kita baru mencoba perilaku baru itu. Ketika melakukannya, kita mencermati diri-sendiri sambil bertanya, “Sudah benarkah tindakan saya ini?” pertanyaan terakhir ini tidak selalu mudah untuk dijawab, khususnya jika berkaitan dengan kemampuan motorik, seperti menari balet atau belajar mengemudi, karena kita tidak bisa sungguh-sungguh mengamati diri sendiri. Karena alasan ini, beberapa atlit menggunakan kamera video untuk membantu mereka meraih atau memperbaiki kemampuan motorik tersebut.
  • Motivasi. Pembelajaran dengan mengamati paling efektif ketika subyek yang belajar termotivasikan untuk melakukan perilaku yang dimodelkan. Perhatian dan perepresentasian memang dapat memimpin kita pada ketepatan pembelajaran namun, performa harus difasilitasi oleh motivasi agar mampu mewujudkan perilaku yang diinginkan. Meskipun pengamatan terhadap orang lain dapat mengajarkan kia bagaimana melakukan sesuatu, tapi mungkin kita memiliki keinginan untuk melakukan tindakan yang dibutuhkan. Seseorang dapat mengamati orang lain menggunakan gergaji listrik atau penyedot debu namun tidak termotivasikan untuk mengupayakan aktivitas tersebut. Kebanyakan mandor tidak pernah ingin meniru semua perilaku pekerja bangunannya.

VI.       Pembelajaran dengan Bertindak (Enactive Learning)
            Setiap respon yang dibuat seseorang selalu diikuti oleh sejumlah konsekuensi. Beberapa dari konsekuensi ini memuaskan, beberapa tidak, dan yang lain tidak begitu diperhatikan secara kognitif sehingga memberikan efek yang kecil saja. Bandura yakin bahwa perilaku yang kompleks dapat dipelajari ketika manusia memikirkan dan mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi dari perilaku tersebut.
            Konsekuensi-konsekuensi sebuah respon sekurang-kurangnya memiliki tiga fungsi. Pertama, konsekuensi-konsekuensi respons menginformasikan efek-efek tindakan. Kita dapat mempertahankan informasi ini dan menggunakannya sebagai penuntun sebagai tindakan dimasa depan. Kedua, konsekuensi-konsekuensi respon memotivasi perilaku antisipatif; artinya, kita sanggup mempresentasikan secara simbolis keluaran-keluaran perilaku dimasa depan dan bertindak berdasarkan hal itu. Ketiga, konsekuensi respon-respon memperkuat perilaku. Bandura (1986) yakin bahwa meskipun penguatan seringkali tidak disadari dan bekerja otomatis namun, campur tangan kognitif juga dapat memengaruhi pola-pola perilaku yang kompleks.
            Ringkasnya, Bandura percaya bahwa perilaku baru dapat dicapai lewat dua jenis pembelajaran utama: pembelajaran dengan mengamati dan pembelajaran dengan bertindak. Elemen inti pembelajaran dengan mengamati adalah pemodelan, pembelajaran dengan bertindak mengizinkan seseorang untuk mencapai pola-pola baru perilaku kompleks lewat pengalaman langsung dengan memikirkan dan mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi perilaku tersebut.

VII.     PENYEBAB RESIPROK TRIADIK
Albert Bandura (1986, 1999b, 2001, 2002b) dalam teori kognitif sosialnya meyakini fungsi psikologis bekerja dalam bentuk penyebab resiprok triadik. Sistem ini menyatakan bahwa tindakan manusia adalah hasil dri interaksi tiga variabel—lingkungan, perilaku, dan pribadi. Terminologi “pribadi” digunakan Bandura untuk mengacu kepada—meski tidak melulu—faktor-faktor kognitif seperti memori, antisipasi, perencanaan, dan penilaian. Karena memiliki dan menggunakan kapasitas-kapasitas kognitif ini manusia memiliki kapasitas tertentu untuk memilih atau menstruktur ulang lingkungannya: kognisi, sebagian, menentukan kejadian (lingkungan) mana yang lebih ditentukan, dan bagaimana cara mengorganisasikannya agar bermanfaat dimasa depan.
P->K->L->P->K

Konsep Bandura tentang determinisme resiprok. Fungsi psikologis manusia adalah produk dari interaksi P (perilaku), K (kepribadian), dan L (lingkungan).

A. Contoh Penyebab Resiprok Triadik
Permintaan irisan Brownies kedua dari seorang anak kepada ayahnya, dimata sang ayah, hanyalah sebuah peristiwa lingkungan disekitarnya. Namun dalam teori Bandura, sang ayah sanggup memikirkankonsekuensi dari memberikan atau mengabaikan perilaku meminta si anak. Dia mungkin berpikir,” kalau aku memberikan irisan kedua, dia mungkin akan berhenti menangis untuk saat ini namun, dimasa depan, dia akan terus bersikukuh sampai saya menuruti permintaannya seperti ini. Karena itu, saya tidak akan memberikannya irisan brownies kedua. “Jadi, sang ayah dapat memberikan efek baik kepada lingkungan dirinya ( si anak) dan perilakunya sendiri (menolak permintaan anaknya). Perilaku si anak berikutnya (lingkungan sang ayah) membentuk pembentukan kognisi dan perilaku ayah saat ini. Seandainya si anak belum pernah meminta sebelumnya, sang ayah mungkin akan berbeda cara berpikirnya. Contohnya, dia akan mengevaluasi sikapnya dengan berpikir, “saya adalah ayah yang baik karena sudah melakukan hal yang benar. “Perubahan dalam lingkungan juga mengizinkan ayah memunculkan perilaku berbeda. Karena itu, perilaku ayah yang berikutnya sebagian ditentukan oleh interaksi resiprok lingkungan (anak), kognisi (cara ayah berpikir), dan perilaku (sikap anak dan ayah sebelumnya).

B.  Pertemuan secara Kebetulan dan Kejadian yang Tidak Terduga    
            Bandura (1998a, hal 95) mendefinisikan pertemuan kebetulan sebagai “pertemuan yang tidak diniatkan diantara pribadi-pribadi yang tidak saling kenal”. Sama seperti ketakderdugaan sudah memengaruhi hidup semua orang, dia pun sudah membentuk hidup dan karir para teoritisi kepribadian kenamaan. Salah satunya, Hans Eysenck, psikolog Inggris terkemuka, juga mengalami hal yang sama, mengambil mata kuliah psikologi karena kebetulan. Awalnya dia sudah mendaftar ke jurusan fisika di University of London namun, pertama-tama dia harus lulus ujian masuk lebih dulu. Setelah menunggu ujian ini selama setahun, dia diberitahu kalau sudah menjalani tes yang keliru sehingga harus menunggu setahun lagi untuk mengambil tes yang benar. Daripada menunda lagi pendidikannya lebih jauh, Eysenck bertanya adakah mata kuliah ilmiah lain yang bisa diikutinya. Saat diberitahu bahwa dia bisa masuk kejurusan psikologi, Eysenck bertanya,”Demi Tuhan, apakah psikologi itu?” (Eysenck, 1982, hal 290). Eysenck akhirnya memang masuk psikologi dan menjadi salah satu psikolog dunia yang terkenal.
            Meskipun pertemuan kebetulan  dan kejadian tak terduga kurang berpengaruh, atau mungkin sama sekali tidak berpengaruh , bagi perilaku manusia namun “orang lain memiliki efek-efek yang abadi sehingga dapat memengaruhi kita untuk menempuh jalur hidup yang baru” (Bandura, 2001, hlm. 12). Bandura (2001, hlm. 12) mengutip pernyataan Louis Pasteur beberapa dekade yang lalu: “Kesempatan hanya mendukung jiwa yang siap”. Di sisi lain, pribadi yang sudah siap juga sanggup melepaskan diri dari pertemuan kebetulan dan kejadian tak terduga yang tidak menyenangkan dengan mengantisipasi kemungkinannya dan melangkah lebih jauh untuk meminimalkan apapun pengaruh negatif yang mungkin ditemuinya di depan.

IX.       APLIKASI
  • Psikopatologi
            Bandura sependapat dengan Eysenck dan Wolpe bahwa terapi tingkah laku dapat efektif mengurangi reaksi kecemasan. Dia tidak percaya bahwa tekanan emosional menjadi elemen kunci penyebab reaksi takut yang berlebihan, sehingga harus dihilangkan agar tingkahlaku dapat berubah. Menurutnya, masalah pokoknya adalah orang percaya bahwa dirinya tidak dapat menangani sitiasi tertentu secara efektif. Karena itu perlu dikembangkan self-efficacy, agar terjadi perubahan tingkah laku. Konsep determinis resiprokal menganggap tingkah laku dipelajari sebagai akibat dari interaksi antara pribadi-tingkahlaku-lingkungan, termasuk tingkahlaku yang menyimpang. Tingkahlaku patologis itu dipengaruhi oleh faktor kognitif, proses neurofisiologis, pengalaman masa lalu yang mendapat penguatan, dan nilai fasilitatif dari lingkungan.
1.      Reaksi Depresi: standar pribadi dan penetapan tujuan yang terlalu tinggi, membuat orang rentan mengalami kegagalan, dan akan berakibat orang mengalami depresi. Sesudah dalam keadaan depresi, orang cenderung menilai rendah prestasi dirinya, sehingga “keberhasilan” tetap dipandang sebagai kegagalan. Akibatnya, terjadi kesengsaraan kronis, merasa tidak berharga, tidak mempunyai tujuan, dan depresi yang mendalam. Penderita depresi melakukan regulasi diri – pengamatan diri, proses penilaian, reaksi diri – dengan cara yang salah. Ketika mengamati diri sendiri, penderita depresi menilai salah performansinya, atau mengaburkan ingatan prestasinya yang telah lalu. Mereka meremehkan (underestimate) keberhasilannya sendiri, sebaliknya melebih-lebihkan (overestimate) kegagalan yang dilakukannya. Dalam proses penilaian, penderita depresi memasang standar yang sangat tinggi sehingga apapun pencapaian yang diperoleh dinilai sebagai kegagalan, bahkan ketika orang lain memandang dia sangat berhasil, dia tetap menghina prestasinya sendiri. Penderitamenempatkan standard an tujuan terlalu tinggi diatas kesadaran efikasi dirinya. Ketika melakukan reaksi-diri, penderita depresi mengadili dirinya secara kasar, buruk, lebih-lebih terhadap kekurangan dirinya. Mereka menghukum diri sendiri secara berlebihan terhadap performansi diri yang kuang baik.
2.      Fobia: Perasaan takut yang sangat kuat dan mendalam, sehingga berdampak buruk terhadap kehidupan sehari-hari seseorang. Begitu mendalamnya perasaan takut itu, sehingga obyek penyebabnya menjadi kabur, obyek itu digeneralisasikan secara salah. Bandura mengemukakan bahwa media, seperti televise dan surat kabar tanpa sengaja menciptakan fobia. Cerita seram perkosaan, kekejaman perampok, pembunuhan berantai, meneror masyarakat sehingga mereka (yang sebagian besar tidak pernah mengalamihal itu) tetap merasa tidak aman walaupun pintu-pintu rumah telah terkunci rapat-rapat. Fobia yang dipelajari dari pengamatan lingkungan, menjadi eksis akibat efikasi diri yang rendah, orang merasa tidak mampu menangani suatu masalah yang mengancam sehingga muncul perasaan takutyang kronis.
3.      Agresi: Menurut Bandura, agresi diperoleh melalui pengamatan, pengalaman langsung dengan renforsemen positif dan negative, latihan atau perintah, dan keyakinan yang ganjil (bandingkan dengan Freud dan kawan-kawannya yang menganggap agresi adalah dorongan bawaan). Agresi yang ekstrim menjadi disfungsi atau salahsuai psikologis. Dari penelitian yang dilakukan Bandura, observasi terhadap perilaku agresi akan menghasilkan respon peniruan yang berlebih. Pengamat akan bertingkahlaku lebih agresif disbanding modelnya.

·         Psikoterapi
            Sama halnya dengan respon emosi yang dapat diperoleh secara langsung atau secara vicarious, menghilangkan tingkahlaku (yang tidak dikehendaki) dapat dilakukan secara langsung atau secara vicarious pula. Penakut dapat mengubah rasa takutnya dengan melihat model yang tanpa rasa takut berinteraksi dengan hal yang ditakutkan itu.
            Secara umum, terapi yang dilakukan Bandura adalah terapi kognitif-sosial. Tujuannya untuk memperbaiki regulasi self, melalui pengubahan tingkahlaku dan memperthankan perubahan tingkah laku yang terjadi. Ada tiga tingkatan keefektifan suatu tritmen yakni; tingkat induksi perubahan, generalisasi, dan pemeliharaan.
1.      Tingkat Induksi perubahan: tritmen dikatakan efektif kalau dapat mengubah tingkahlaku. Misalnya terapi menghilangkan takut ketinggian penderita akrofobia, sehingga dia berani naik tangga yang tinggi.
2.      Tingkat Generalisasi: tritmen yang lebih tinggi, memungkinkan terjadinya generalisasi. Penderita akrofobia itu bukan hanya berani naik tangga, dia juga berani naik lift, naik kapal terbang, dan membersihkan kaca gedung bertingkat.
3.      Tingkat Pemeliharaan: sering terjadi tingkahlaku positif hasil terapi berubah kembali menjadi tingkahlaku negative (khususnya pada tingkahlaku habit negative, merokok, alkoholik, narkotik). Terapi mencapai tingkat efektif yang tertinggi kalau hasil induksi dan generalisasi dapat terpelihara, tidak berubah menjadi negative.
Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan tritmen, yakni; latihan penguasaan (desensitisasi modeling), modeling terbuka, dan modeling simbolik.
1.      Latihan penguasaan (desensitisasi modeling): mengajari klien untuk menguasai tingkah laku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya karena takut). Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta klien membayangkan hal yang menakutkannya secara bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan dietalase toko. Kalau klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka diminta membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat ular dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi sistematik yang pada paradigm behaviourisme dilakukan dengan memanfaatkan variasi penguatan. Bandura memakai desensitisasi sistematik itu dalam fikiran (karena itu teknik ini terkadang disebut: modeling kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.
2.      Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata, biasanya diikuti dengan kklien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.
3.      Modeling simbolik: klien melihat model dalam film, atau gambar/ cerita. Kepuasan vicarious (melihat model mendapat penguatan) mendorong klien untuk mencoba/ meniru tingkahlaku modelnya.
Ketika hasilnya dibandingkan, desensitisasi modeling dan modeling simbolik relatif sama kekuatannya untuk menghilangkan rasa takut. Namun yang paling berhasil menghilangkan rasa takut adalah modeling partisipan.

  • Metodologi
            Bandura banyak meneliti masalah dunia nyata dalam laboratorium, seperti masalah agresi, fobia, penyembuhan dari serangan jantung, perolehan kemampuan matematik pada anak. Tujuan pokoknya adalah untuk menyatukan kerangka konseptual yang dapat mencakup berbagai hal yang mempengaruhi perubahan tingkahlaku. Dalam setiap kegiatan, keterampilan dan keyakinan diri yang menjamin pemakaian kemampuan secara optimal dibutuhkan agar diri dapat berfungsi sukses.
            Bandura mengembangkan microanalytic approach: riset yang mementingakan asesmen yang detail sepanjang waktu untuk mencapai keselarasan antara persepsi diri dengan tingkahlaku pada setiap tahap performansi tugas. Teknik ini cocok untuk strategi penelitian yang melacak perubahan setiap saat, penelitian yang menganalisis proses, bukan hasil.


DAFTAR PUSTAKA

·         Alwisaol. 2009. Psikologi Kepribadian (Edisi Revisi). Malang: UMM Press
·         Feist J; Feist, GJ. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
·    Schustack, MW; Friedman, HS. 2006. Kepribadian (Teori Klasik dan Riset Modern). Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Role Theory

ROLE THEORY

           Teori Peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi.
            Dalam ketiga bidang ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seseorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu.
            Posisi aktor dalam teater (sandiwara) itu kemudian dianalogikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Sebagaimana halnya dalam teater, posisi orang dalam masyarakat sama dengan posisi aktor dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitan dengan adanya orang lain yang berhubungan dengan orang atau aktor tersebut. Dari sudut pandangan inilah disusun teori-teori peran.
            Sebetulnya cukup banyak teori peran dalam psikologi. Namun, karena keterbatasan tempat, pembicaraan akan dipusatkan pada teori Biddle & Thomas (1996) saja, dengan di sana-sini bilamana perlu akan disinggung pula teori-teori dari penulis-penulis lain secara sepintas.
            Dalam teorinya Biddle & Thomas membagi peristilahan dalam teori peran dalam empat golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut :
a.       Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi social;
b.      Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut;
c.       Kedudukan orang-orang dalam perilaku;
d.      Kaitan antara orang dan perilaku.
Orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi dalam dua golongan sebagai berikut:
a.       Aktor (actor, pelaku), yaitu orang yang sedang berperilaku menuruti suatu peran tertentu.
b.      Target (sasaran) atau orang lain (other), yaitu orang yang mempunyai hubungan dengan aktor dan perilakunya.
Aktor maupun target bisa berupa individu-individu ataupun kumpulan individu (kelompok). Hubungan antar kelompok dengan kelompok misalnya terjadi antara sebuah paduan suara (aktor) dan pendengaran (target).
Istilah “aktor” kadang-kadang diganti dengan person, ego, atau self. Sedangkan “target” kadang-kadang diganti gengan istilah alter-ego, alter, atau non-self. Dengan demikian, jelaslah bahwa teori peran sebetulnya dapat diterapkan untuk menganalisis setiap hubungan antardua orang atau antarbanyak orang. Jadi, termasuk juga hubungan POX (dari Heider) dan hubungan ABX (dari New Comb).
Cooley (1902) dan Mead (1934) menyatakan bahwa hubungan aktor-target adalah untuk membentuk identitas aktor (person, self, ego) yang dalam hal ini dipengaruhi oleh penilaian atau sikap oaring-orang lain (target) yang telah digeneralisasikan oleh aktor.
Secord & Backman (1964) menyatakan bahwa aktor menempati posisi pusat (focal position), sedangkan target menempati posisi padanan dari posisi pusat tersebut (counter position). Dengan demikian, maka target berperan sebagai pasangan (partner) bagi aktor. Hal ini terlihat misalnya pada hubungan ibu-anak, suami-istri atau pemimpin-anak buah.
Menurut Biddle & Thomas ada lima istilah tentang perilaku dalam kaitannya dengan peran:
a.       Expectation (harapan);
b.      Norm (norma);
c.       Performance (wujud perilaku);
d.      Evaluation (penilaian) dan sanction (sanksi);

a.       Harapan tentang Peran
Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain (pada umumnya) tentang perilaku yang pantas, yang seyogianya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu. Contoh, masyarakat umum, pasien-pasien, dan orang-orang sebagai individu mempunyai harapan tertentu tentang perilaku yang pantas dari seorang dokter.
Harapan tentang perilaku dokter ini bisa berlaku umum (misalnya, dokter harus menyembuhkan orang sakit) bisa merupakan harapan dari segolongan orang saja (misalnya, golongan orang yang kurang mampu mengharapkan agar dokter bersikap social) dan bisa juga merupakan harapan dari satu orang tertentu (misalnya, seorang pasien tertentu mengharapkan dokternya bisa juga member nasihat-nasihat tentang persoalan rumah tangganya selain menyembuhkan dari penyakit).

b.      Norma
Orang sering mengacaukan istilah “harapan” dengan “norma”. Namun, menurut Secord & Backman (1964) “norma” hanya merupakan salah satu bentuk “harapan”. Jenis-jenis harapan menurut Secord & Backman adalah sebagai berikut :
1)      Harapan yang bersifat meramalkan (anticipatory), yaitu harapan tentang suatu perilaku yang akan terjadi, misalnya: seorang istri menyatakan, “Aku kenal betul suamiku. Kalau kuberitahu bahwa aku telah membeli baju sehara Rp 60.000, ini, ia tentu akan marah sekali!” Oleh Mc David & Harari (1968) harapan jenis ini disebut predicted role expectation.
2)      Harapan normative (atau, menurut Mc David & Hariri: prescribed role-expectation) adalah keharusan yang menyertai suatu peran. Biddle & Thomas membagi lagi harapan normative ini ke dalam dua jenis :
a)      Harapan yang terselubung (covert): harapan itu tetap ada walaupun tidak diucapkan, misalnya dokter harus menyembuhkan pasien, guru harus mendidik murid-muridnya. Inilah yang disebut norma (norm).
b)      Harapan yang terbuka (overt): harapan yang diucapkan misalnya ayah meminta anaknya agar menjadi orang yang bertanggung jawab dan rajin belajar. Harapan jenis ini dinamai tuntutan peran (role demand). Tuntutan peran melalui proses internalisasi dapat menjadi norma bagi peran yang bersangkutan.

c.       Wujud Perilaku dalam Peran
Peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Berbeda dari norma, wujud perilaku ini nyata, bukan sekedar harapan. Dan berbeda pula dari norma, perilaku yang nyata ini bervariasi, berbeda-beda dari satu aktor ke aktor yang lain. Misalnya, peran ayah seperti yang diharapkan oleh norma adalah mendisiplinkan anaknya, sedangkan ayah yang lain hanya menasihati.
Variasi ini dalam teori peran dipandang normal dan tidak ada batasnya. Persis dalam teater, di mana tidak ada dua aktor yang bisa betul-betul identik dalam membawakan suatu peran  tertentu. Bahkan satu aktor bisa berbeda-beda cara membawakan suatu peran tertentu pada waktu yang berbeda. Oleh karena itu, teori peran tidak cenderung mengklasifikasikan istilah-istilahnya menurut perilaku khusus, melainkan berdasarkan klasifikasinya pada sifat asal dari perilaku dan tujuannya (atau motivasinya). Jadi, wujud perilaku peran dapat digolongkan misalnya ke dalam jenis hasil kerja, hasil sekolah, hasil olahraga, pendisiplinan anak, pencarian nafkah, pemeliharaan ketertiban dan sebagainya.
Jelaslah bahwa peran dilihat wujudnya dari tujuan dasarnya atau hasil akhirnya, terlepas dari cara mencapai tujuan atau hasil tersebut. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan adanya cara-cara tertentu dalam suatu peran yang mendapat sanksi dari masyarakat. Misalnya, seorang ayah yang berusaha mewujudkan peranya untuk mendisiplinkan anaknya dengan cara menggantung kaki anaknya sehingga kepalanya terbalik ke bawah, akan mendapat celaan dari masyarakat sehingga cara seperti ini akan dihindari oleh ayah-ayah pada umumnya.
Cara itu menjadi masalah yang penting jika cara itu bertentangan dengan aspek lain dari peran. Cara menggantung anak pada kakinya. Walaupun mungkin sesuai dengan perannya untuk mendisiplinkan anak, tetapi hal itu bertentangan dengan perannya untuk member kasih sayang kepada anak. Dengan demikian, seorang aktor bebas untuk menentukan cara-caranya sendiri selama tidak bertentangan dengan setiap aspek dari peran yang diharapkan darinya.
Sarbin menyatakan bahwa perwujudan peran (dalam istilah Sarbin: role enactment) dapat dibagi-bagi dalam tujuh golongan menurut intensitasnya. Intensitas ini diukur berdasarkan keterlibatan diri (self) aktor dalam perang yang dibawakannya. Tingkat intensitas yang rendah adalah keadaan di mana diri aktor sangat tidak terlibat. Perilaku peran dibawakan secara otomatis dan mekanistis saja. Sedangkan tingkat yang tertinggi akan terjadi jika aktor melibatkan seluruh pribadinya dalam perilaku peran yang sedang dikerjakan. Kita ambil caontoh misalnya pemain musik yang setiap malam bertugas menghibur tamu di restoran. Karena sudah terbiasa dengan pekerjaannya, pemusik itu memainkan alat musiknya sambil mengobrol dengan temannya atau sambil melamun. Perwujudan peran pemusik ini adalah pada tingkat intensitasnya yang terendah. Di pihak lain, seorang pemain piano tunggal memainkan sebuah nomor lagu dalam sebuah konser dengan segenap perasaanya dan kosentrasinya. Kepala terangguk-angguk, badannya bergoyang-goyang mengikuti irama lagu. Maka, pemain piano ini mewujudkan perannya dengan intensitas yang tinggi.
Goffman meninjau perwujudan peran ini dari sudut yang lain. Ia memperkenalkan istilah permukaan (front), yaitu untuk menunjukkan perilaku-perilaku tertentu yang diekspresikan secara khusus agar orang lain mengetahuinya dengan jelas peran si pelaku (aktor). Misalnya, seorang professor meletakkan rak penuh buku-buku ilmiah di ruang tamunya. Dengan begitu, tamu-tamunya akan mendapatkan kesan tentang apa dan bagaimana peran seorang professor itu. Inilah yang disebut permukaan. Di samping itu, tentu ada perilaku-perilaku lain yang tidak mau ditunjukkan ke permukaan, walaupun tetap saja dilakukan, karena dianggap tidak sesuai dengan peran yang hendak diwujudkan. Dalam contoh professor tersebut, mungkin professor tersebut mempunyai buku-buku komik yang disukainya, tetapi disimpannya di lemari kamar tidurnya agar tidak dilihat oleh tamu-tamunya.


DAFTAR PUSTAKA

·         Sarwono, SW. 2011.Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers
·         Soekanto, S. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers

Minggu, 08 April 2012

Almamater



Makalah Zakat


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu membantu perjuangan beliau dalam menegakkan Dinullah di muka bumi ini.      
Dalam penulisan ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tiada hingganya kepada rekan dan teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya.
Hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah meridhoi dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, amin.        


Surabaya, 17 November 2011

Penulis            







ISI

Terdapat beberapa perintah Allah untuk ummatNya dalam Alquran yang disebutkan dengan berulang-ulang. Diantara perintah itu setidaknya ada 3 (tiga) amalan yang berhubungan dengan sesama makhluk (hablumminannas) yang Allah wajibkan setelah Allah mewajibkan amalan kepadaNya (habbluminnallah) . Menarik kita simak adalah kalimat yang digunakan dalam firmanNya menggunakan kalimat majemuk setara. Ketiganya adalah : (Irwanzein; April 29, 2008 dalam emBlogan.htm)
1. Beriman dan beramal shaleh.
2. Tidak menyekutukan Allah dan berbuat baik kepada kedua orang tua.
3. Dirikan shalat dan tunaikan zakat.

Zakat (Bahasa Arab: زكاة; transliterasi: Zakah) adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak. Zakat merupakan rukun ketiga dari Rukun Islam. (Wikipedia, Ensiklopedia bebas)

Etimologi
Secara harfiah zakat berarti “tumbuh”, “berkembang”, “menyucikan”, atau “membersihkan”. Sedangkan secara terminologi syari’ah, zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana yang ditentukan.

Hukum zakat
Hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu

Jenis zakat
Zakat terbagi atas dua jenis yakni:
Zakat Fitrah   
Zakat yang wajib dikeluarkan
muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
Zakat maal (harta)     
Mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.

Syarat seseorang wajib mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut: (majalah As Sunnah edisi 06 tahun VII/2003M)
1.      Islam
2.      Merdeka
3.      Berakal dan baligh
4.      Memiliki nishab

Nisab
Nishab adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat dengan dasar firman Allah,
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (Qs. Al Baqarah: 219)



Syarat-syarat nishab adalah sebagai berikut:
1. Harta tersebut di luar kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan alat yang dipergunakan untuk mata pencaharian.
2. Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab dengan dalil hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun).” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh al AlBani)
Dikecualikan dari hal ini, yaitu zakat pertanian dan buah-buahan. Karena zakat pertanian dan buah-buahan diambil ketika panen. Demikian juga zakat harta karun (rikaz) yang diambil ketika menemukannya.
Misalnya, jika seorang muslim memiliki 35 ekor kambing, maka ia tidak diwajibkan zakat karena nishab bagi kambing itu 40 ekor. Kemudian jika kambing-kambing tersebut berkembang biak sehingga mencapai 40 ekor, maka kita mulai menghitung satu tahun setelah sempurna nishab tersebut.

Cara Menghitung Nishab
Dalam menghitung nishab terjadi perbedaan pendapat. Yaitu pada masalah, apakah yang dilihat nishab selama setahun ataukah hanya dilihat pada awal dan akhir tahun saja?
Imam Nawawi berkata, “Menurut mazhab kami (Syafi’i), mazhab Malik, Ahmad, dan jumhur, adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan zakatnya – dan (dalam mengeluarkan zakatnya) berpedoman pada hitungan haul, seperti: emas, perak, dan binatang ternak- keberadaan nishab pada semua haul (selama setahun). Sehingga, kalau nishab tersebut berkurang pada satu ketika dari haul, maka terputuslah hitungan haul. Dan kalau sempurna lagi setelah itu, maka dimulai perhitungannya lagi, ketika sempurna nishab tersebut.” (Dinukil dari Sayyid Sabiq dari ucapannya dalam Fiqh as-Sunnah 1/468). Inilah pendapat yang rajih (paling kuat -ed) insya Allah. Misalnya nishab tercapai pada bulan Muharram 1423 H, lalu bulan Rajab pada tahun itu ternyata hartanya berkurang dari nishabnya. Maka terhapuslah perhitungan nishabnya. Kemudian pada bulan Ramadhan (pada tahun itu juga) hartanya bertambah hingga mencapai nishab, maka dimulai lagi perhitungan pertama dari bulan Ramadhan tersebut. Demikian seterusnya sampai mencapai satu tahun sempurna, lalu dikeluarkannya zakatnya. Demikian tulisan singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat.

Yang berhak menerima (Wikipedia, Ensiklopedia bebas)
1.      Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat, yakni:
2.      Fakir : Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
3.      Miskin : Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.
4.      Amil : Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
5.      Mu'allaf : Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya
6.      Hamba sahaya yang ingin memerdekakan dirinya
7.      Gharimin : Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya
8.      Fisabilillah : Mereka yang berjuang di jalan Allah (misal: dakwah, perang dsb)
9.      Ibnus Sabil : Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.

Yang tidak berhak menerima zakat
1.      Orang kaya. Rasulullah bersabda, "Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga." (HR Bukhari).
2.      Hamba sahaya, karena masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
3.      Keturunan Rasulullah. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat)." (HR Muslim).
4.      Orang yang dalam tanggungan yang berzakat, misalnya anak dan istri.
5.      Orang kafir.



Beberapa Faedah Zakat
1.      Faedah Diniyah (segi agama)
a)      Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari Rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
b)      Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
c)      Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Allah, yang artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah" (QS: Al Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits yang muttafaq "alaih Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam" juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkan kembangkan oleh Allah berlipat ganda.
d)     Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan Rasulullah Muhammad SAW.
2.      Faedah Khuluqiyah (Segi Akhlak)
a)      Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
b)      Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
c)      Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
d)     Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
3.      Faedah Ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan)
a)      Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
b)      Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
c)      Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
d)     Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
e)      Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.

Hikmah Zakat
Hikmah dari zakat antara lain:
1.      Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin.
2.      Pilar amal jama'i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang berjuang dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
3.      Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk.
4.      Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
5.      Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan.
6.      Untuk pengembangan potensi ummat.
7.      Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam.
8.      Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.

Zakat dalam Al Qur'an
*      QS (2:43) ("Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'".)
*      QS (9:35) (Pada hari d ipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.")
*      QS (6: 141) (Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan).



















PENUTUP

Zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak. Banyak Faedah dan Hikmah dari berzakat. Zakat dapat meningkatkan toleransi, solidaritas antar sesama manusia dan menyeimbangkan antara Hablumminallah dan Hablumminannas.
Demikian makalah tentang zakat (berbagi dengan yang lain) yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi masyarakat, mahasiswa, dan pembaca (khususnya). Kritik dan saran saya harapkan demi perbaikan pembuatan makalah berikutnya.   


Surabaya, 17 November 2011

Penulis            










DAFTAR PUSTAKA

·         Diringkas dari tulisan: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc. Dipublikasikan ulang oleh www.muslim.or.id
·         Dalam Wikipedia, Ensiklopedia bebas :
o   Smith, Huston.2001.Agama-agama Manusia.Jakarta: Obor.
o   Heyneman, Stephen P.,2004.Islam and Social Policy. Nashville: Vanderbilt University Press.
o   Gibb, H. A. R., 1957.Mohammedanism.London: Oxford University Press.
o   Pass, Steven.2006. Beliefs and Practices of Muslims. Jakarta: GMP.
o   Panduan Pintar Zakat. H.A. Hidayat, Lc. & H. Hikmat Kurnia."QultumMedia. Jakarta. 2008.".
o   "Artikel Berjudul: Tuntunan Zakat Mal Pada MediaMuslim.
·         Majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XII
·         Majalah As Sunnah edisi 06 tahun VII/2003M
·         Irwanzein; April 29, 2008 dalam emBlogan.htm